Minggu, 14 Juni 2009

muslimah



Menanti Cinta



sejak lama aku berdiri

dalam sepinya rongga hati

tak satu pun burung 

mampu menjawab


hanya padaMu ku bertanya

lewat setiap sujudku ini

siapa kah nanti

cinta untukku


wahai penilai hati lihat batinku

nyaris bernanah karna luka tersayat

merana menantikan cinta dan kasih hidupku


rahasia itu hanya Kau yang tahu

namun aku tak mau jadi tuna cinta

namun harus ku ikhlaskan nasib cintaku padaMu

Tuhan Beri Aku Cinta





Walau aku senyum bukan berarti

Aku selalu bahagia dalam hari

Ada yang tak ada di hati ini

Di jiwa ini hampa

Ku bertemu sang adam di simpang hidupku

Mungkin akan ada cerita cinta

Namun ada saja cobaan hidup

Seakan aku hina

Tuhan berikanlah aku cinta

Untuk temaniku dalam sepi

Tangkap aku dalam terang-Mu

Biarkanlah aku punya cinta


Tuhan berikanlah aku cinta

Aku juga berhak bahagia

Berikan restu dan halal-Mu

Tuhan beri aku cinta

Ketika Cinta Bertasbih







Bertuturlah cinta mengucap satu nama

Seindah goresan sabda-Mu dalam kitabku

Cinta yang bertasbih mengutus hati ini

Ku sandarkan hidup dan matiku pada-Mu

Bisikkan doaku dalam butiran tasbih

Ku panjatkan pintaku pada Maha Cinta

Sudah diubun-ubun cinta mengusik rasa

Tak bisa ku paksa walau hatiku menjerit


Ketika cinta bertasbih nadiku berdenyut merdu

Kembang kempis dadaku merangkai butir cinta

Garis tangan tergambar tak bisa aku menentang

Sujud syukur pada-Mu atas segala cinta


Cinta…

Garis tangan tergambar tak bisa aku menentang

Sujud syukur pada-Mu atas segala cinta

Ketika cinta bertasbih

mengenang dalam senyum

“Jangan bersedih…sesungguhnya Allah selalu bersama kita…”

Hehe...yang ada skarang justru senyum yang ku hadiahkan
untuk kebodohan-kebodohanku 2 bulan ini. 

Juga tawa untuk diriku yang merugi atas 4,5 tahun yang kujaga,
tapi toh akhirnya ada air mata di ujung titiannya.

Menyesal?

Tergantung dari sisi mana aku melihatnya.

hehe...untuk menghibur diriku, kusebut ini pelajaran.

Pelajaran yang berharga...

Aku jadi ingat pada perkataanku sendiri
 
(dan aku memang selalu mencoba mengingatnya setiap ada cobaan yang datang)

”sesuatu yang membuat kita sedih dan mungkin tramat kita sesali sekarang,
suatu saat justru akan kita syukuri”

Hm, ya karna Dia yang menyimpan misteri hidup tau apa yang terbaik untuk kita...

Aku juga jadi teringat sebuah nasihat dari sahabat baikku untuk selalu bersyukur.

Tegurannya atas caraku menyikapi kesedihan yang dinilainya
”aku jauh dari Dia yang sebenarnya selalu ada bersamaku”.

Meski pada awalnya kara-kata itu sedikit membuat aku tersinggung.

Aku sholat...aku mengaji...

Kenapa seenaknya dia bilang aku lalai dan gak dekat dengan Rabb ku?

Sampai akhirnya, bimbinganNya (alhamdulillah) mengangkatku dari keterpurukan ,
juga menunjukkan padaku cinta yang sesungguhnya.

Dan aku bisa bilang ” Tenx yos...”

Sekarang, ketika aku menghadirkan hati dalam setiap persuaan kami,
aku jadi tau apa yang belum sempurna dari setiap amalan dan ibadahku.

Sekarang, hal yang tadinya aku pikir bakal berat banget aku laluin,
 
dengan hati yang tulus tersenyum,
aku berkata ”kutemukan bahagiaku...”

Trima kasih Ya Allah karena cintaMu...

begitu mudahnya aku lupa kalo aku pernah sakit...

Ujian yang mulanya terasa sangat menyakitkan, sekarang justru begitu aku syukuri
keberadaannya dalam hidupku
 
Aku ikhlas...

Tanpa penyesalan, tanpa harap semu, dan tanpa air mata..


Yogyakarta, 12 Juni 2009

Serpihan masa lalu yang ada kini kukunci rapat 
dan tak akan pernah ku buka lagi.
(mungkin kuncinya lebih baik 
kubuang ke tengah laut aja kali yah, hahaha...)




Sabtu, 06 Juni 2009

ketika tak sabar menanti persuaan selanjutnya

Mungkin ini jawab dari lantunan pintaku
Jawab akan tanya ku tentang makna cinta sesungguhnya
Aku temukan dalam penelusuranku
Aku merasakan Ia sedang berbicara padaku
suaraNya begitu menenangkan....begitu menyejukkan...


Ini kali kedua aku melangkah ke dalam sebuah majlis yang di dalamnya aku bisa berbicara dengan nuraniku.
Bersahabat dengan ayat-ayat cintaNya,
mengakrabkan diri dengan hadist-hadist penuntun hidup.
Lagi-lagi aku disuguhi dengan jawaban segala pertanyaan hatiku.
Jawaban kegelisahan jiwaku....

”Semuanya bergantung pada sejauh mana manusia membangun keterikatan hubungan antara dirinya dengan Allah. Allah memberikan jalan hidup disesuaikan dengan kemampuan kita dan itu yang terbaik untuk kita. Setiap kejadian manis atau pahit adalah kesempatan untuk menambah amal dan itu merupakan kebaikan bagi kita.
Semuanya harus kita syukuri sampai ke titik akhir yang dirahasiakan Allah dengan khusnul khatimah.” Begitu ustadz pesantren Darusshalihat mengawali majlis sore ini.

Dengan pembawaannya yang tenang. Tutur kata yang baik, lembut namun mampu mencambuk hatiku.
”Syukur...”
yah...begitu aku telah lalai...
diperbudak kesedihan dan kegalauan selama 2 bulan ini.
Melalui waktu untuk menyakiti diri.
Yah..aku telah mendzalimi hatiku sendiri
Betapa bodoh dan meruginya aku.
Sesungguhnya apa yang kucari ada di dekatku...begitu dekat.
Ketika lima kali dalam sehari aku bersua denganNya, seharusnya aku tau,
penawar sakit yang kurasa ada dalam setiap perbincanganku denganNya.
Dalam shalatku...
Shalat yang mengajarkan kita untuk memahami, menjalani dan menikmati hidup yang hakiki. Hidup yang dalam ketundukan dan kepatuhan kepada yang Maha hidup lagi Menghidupkan.
Dalam sujudku...
Sujud yang merupakan puncak kedekatan seorang hamba dengan Allah SWT. Sujud yang mengajarkan kita untuk menjadi panglima seluruh gerak hidup kita.
Ketika sujud...saat itu kedudukan hati lebih tinggi dari akal....

Kehakikian hidup seperti ini hanya bisa diraih manakala kita telah menjadikan hati nurani sebagai pemimpin diri kita.
Kepemimpinan hati akan mengantarkan manusia membangun hubungan baik dengan Allah (hablumminallah) ,dengan sesama manusia (hablumminannas), dan dengan diri kita sendiri (hablumminnafsi).
Ketika ketaatan dan ta’dzim telah dimiliki berarti kita telah berhasil membina hubungan yang baik dengan Sang Khalik.
Ketika kita bisa menyayangi (rahmah) dan mendahulukan orang lain (itsar) sebagai suatu kebutuhan bagi kita, bukan karna ingin mendapat balasan maka hubungan dengan sesama telah terbina dengan baik.
Dan ketika kita memilik keberanian dan kejujuran berarti kita telah berhubungan baik dengan diri kita sendiri.
Satu setengah jam ini...
Entah berapa istighfar yang terucap,
menyadari betapa 2 purnama telah menjadi sia-sia...
entah berapa tahmid disampaikan...
sebagai ucap syukur karna Allah masih begitu mencintaiku
dan menegurku lewat ujian hidup ini...
ujian yang seharusnya kusikapi dengan lebih bijaksana
bukan justru terlarut pada kesedihan di dalamnya.


Sebuah wasiat menutup majlis sore ini...
“Jangan pernah berhenti dan cepat puas terhadap kebaikan-kebaikan, segala amalan dan ibadah kita sampai kita tiba pada titik akhir yang dirahasiakan. Karna kehinaan akan Allah timpakan kepada siapapun saja yang tidak menjadikan hidup ini hamparan sajadah tempat menundukkan diri kepadaNya.”

Q.S.Al Imran 112
“Mereka ditimpa kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka (berpegang) pada tali agama Allah &tali (perjanjian) dengan manusia.”



Belumkah tiba saatnya bagi kita meninggalkan
dan menanggalkan segala kepura-puraan yang ada,
lantas menggantinya dengan kesejatian semata.
Bahwa siapapun kita hanyalah hamba Allah belaka.
Dan status kita sebagai hamba Allah ibarat kulit bagi tubuh kita.


”Ya Allah...alangkah Maha Agung dan Maha Besarnya Engkau,
Dan alangkah lemah, kerdil dan tidak berdayanya kami...”




Yogyakarta, 6 Juni 2009
21.08

Siapa yang tidak mau memasuki surga dunia
maka tidak akan masuk surga akhirat.
dan surga dunia adalah iman.

Yang Tak Ditebar Takkan Pernah Pudar



Di tingkahan hari-hari kita yang semakin disesaki umbaran pesona fisik,
ada kerinduan yang menelisik.
Kerinduan akan tebaran pesona intelektualitas, kecerdasan emosi dan ruhiy.
Kerinduan akan sadarnya wanita-wanita muslim,
bahwa sejatinya para lelaki mulia mendamba agar mereka menebar pesona surganya,
dan bahwa para lelaki busuk nan bejat menginginkan mereka mengumbar pesona fisik yang fana...

”Allah adalah cahaya langit dan bumi.
Perumpamaan cahayanya adalah ibarat misykat yang di dalam misykat itu ada pelita yang besar.
Pelita itu di dalam kaca dan kaca itu laksana bintang yang bercahaya sekilau mutiara.
Ia dinyalakan dengan minyak dari pohon yang penuh barakah.
Pohon zaitun yang tumbuh bukan di timur dan tidak pula di barat.
Yang minyaknya hampir-hampir menyala meski tiada api menyentuhnya.
Cahaya di atas cahaya!
Allah membimbing kepada cahayaNya siapa yang ia kehendaki.
Allah membuat perumpamaan bagi manusia dan Allah maha mengetahui segala. ”
(An Nur 35)

Tentang pelita dan misykatnya....
Misykat berarti lubang satu sisi di pojok rumah tempat meletakkan pelita sehingga cahayanya optimal menyinari ruangan.
Subhanallah!
Orang Arab jauh lebih tau, bahwa cahaya dari pelita akan optimal menyinari ruangan bukan disaat ia diletakkan di tengah ruangan.
Ia tidak akan memancar terang jika dibiarkan menebar cahaya di tempat paling tinggi di tengah kamar. Ia justru bermanfaat penuh saat dirinya berada di sudut, tersembunyi, dan membatasi tebaran citranya....

4 juni 2009
12.32
Dari Salim A. Fillah yang begitu menginspirasi.
Untuk menjadi muslimah yang lebih baik dan lebih baik lagi...