Mungkin ini jawab dari lantunan pintaku
Jawab akan tanya ku tentang makna cinta sesungguhnya
Aku temukan dalam penelusuranku
Aku merasakan Ia sedang berbicara padaku
suaraNya begitu menenangkan....begitu menyejukkan...
Jawab akan tanya ku tentang makna cinta sesungguhnya
Aku temukan dalam penelusuranku
Aku merasakan Ia sedang berbicara padaku
suaraNya begitu menenangkan....begitu menyejukkan...
Ini kali kedua aku melangkah ke dalam sebuah majlis yang di dalamnya aku bisa berbicara dengan nuraniku.
Bersahabat dengan ayat-ayat cintaNya,
mengakrabkan diri dengan hadist-hadist penuntun hidup.
Lagi-lagi aku disuguhi dengan jawaban segala pertanyaan hatiku.
Jawaban kegelisahan jiwaku....
”Semuanya bergantung pada sejauh mana manusia membangun keterikatan hubungan antara dirinya dengan Allah. Allah memberikan jalan hidup disesuaikan dengan kemampuan kita dan itu yang terbaik untuk kita. Setiap kejadian manis atau pahit adalah kesempatan untuk menambah amal dan itu merupakan kebaikan bagi kita.
Semuanya harus kita syukuri sampai ke titik akhir yang dirahasiakan Allah dengan khusnul khatimah.” Begitu ustadz pesantren Darusshalihat mengawali majlis sore ini.
Dengan pembawaannya yang tenang. Tutur kata yang baik, lembut namun mampu mencambuk hatiku.
”Syukur...”
yah...begitu aku telah lalai...
diperbudak kesedihan dan kegalauan selama 2 bulan ini.
Melalui waktu untuk menyakiti diri.
Yah..aku telah mendzalimi hatiku sendiri
Betapa bodoh dan meruginya aku.
Sesungguhnya apa yang kucari ada di dekatku...begitu dekat.
Ketika lima kali dalam sehari aku bersua denganNya, seharusnya aku tau,
penawar sakit yang kurasa ada dalam setiap perbincanganku denganNya.
Dalam shalatku...
Shalat yang mengajarkan kita untuk memahami, menjalani dan menikmati hidup yang hakiki. Hidup yang dalam ketundukan dan kepatuhan kepada yang Maha hidup lagi Menghidupkan.
Dalam sujudku...
Sujud yang merupakan puncak kedekatan seorang hamba dengan Allah SWT. Sujud yang mengajarkan kita untuk menjadi panglima seluruh gerak hidup kita.
Ketika sujud...saat itu kedudukan hati lebih tinggi dari akal....
Kehakikian hidup seperti ini hanya bisa diraih manakala kita telah menjadikan hati nurani sebagai pemimpin diri kita.
Kepemimpinan hati akan mengantarkan manusia membangun hubungan baik dengan Allah (hablumminallah) ,dengan sesama manusia (hablumminannas), dan dengan diri kita sendiri (hablumminnafsi).
Ketika ketaatan dan ta’dzim telah dimiliki berarti kita telah berhasil membina hubungan yang baik dengan Sang Khalik.
Ketika kita bisa menyayangi (rahmah) dan mendahulukan orang lain (itsar) sebagai suatu kebutuhan bagi kita, bukan karna ingin mendapat balasan maka hubungan dengan sesama telah terbina dengan baik.
Dan ketika kita memilik keberanian dan kejujuran berarti kita telah berhubungan baik dengan diri kita sendiri.
Satu setengah jam ini...
Entah berapa istighfar yang terucap,
menyadari betapa 2 purnama telah menjadi sia-sia...
entah berapa tahmid disampaikan...
sebagai ucap syukur karna Allah masih begitu mencintaiku
dan menegurku lewat ujian hidup ini...
ujian yang seharusnya kusikapi dengan lebih bijaksana
bukan justru terlarut pada kesedihan di dalamnya.
Sebuah wasiat menutup majlis sore ini...
“Jangan pernah berhenti dan cepat puas terhadap kebaikan-kebaikan, segala amalan dan ibadah kita sampai kita tiba pada titik akhir yang dirahasiakan. Karna kehinaan akan Allah timpakan kepada siapapun saja yang tidak menjadikan hidup ini hamparan sajadah tempat menundukkan diri kepadaNya.”
Q.S.Al Imran 112
“Mereka ditimpa kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka (berpegang) pada tali agama Allah &tali (perjanjian) dengan manusia.”
“Mereka ditimpa kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka (berpegang) pada tali agama Allah &tali (perjanjian) dengan manusia.”
Belumkah tiba saatnya bagi kita meninggalkan
dan menanggalkan segala kepura-puraan yang ada,
lantas menggantinya dengan kesejatian semata.
Bahwa siapapun kita hanyalah hamba Allah belaka.
Dan status kita sebagai hamba Allah ibarat kulit bagi tubuh kita.
dan menanggalkan segala kepura-puraan yang ada,
lantas menggantinya dengan kesejatian semata.
Bahwa siapapun kita hanyalah hamba Allah belaka.
Dan status kita sebagai hamba Allah ibarat kulit bagi tubuh kita.
”Ya Allah...alangkah Maha Agung dan Maha Besarnya Engkau,
Dan alangkah lemah, kerdil dan tidak berdayanya kami...”
Dan alangkah lemah, kerdil dan tidak berdayanya kami...”
Yogyakarta, 6 Juni 2009
21.08
Siapa yang tidak mau memasuki surga dunia
maka tidak akan masuk surga akhirat.
dan surga dunia adalah iman.
21.08
Siapa yang tidak mau memasuki surga dunia
maka tidak akan masuk surga akhirat.
dan surga dunia adalah iman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar